Koreksi Hujan Harian
Koreksi hujan harian merupakan proses penyesuaian data curah hujan satelit, seperti TRMM, agar mendekati nilai yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan. Penyesuaian ini penting karena data satelit kerap memiliki deviasi akibat perbedaan resolusi spasial, kesalahan deteksi intensitas, atau pergeseran waktu kejadian hujan. Dengan koreksi yang tepat, data satelit dapat dimanfaatkan secara lebih akurat untuk berbagai analisis hidrologi.
Proses koreksi dimulai dengan menentukan faktor koreksi, yaitu nilai pengali yang digunakan untuk menyesuaikan besaran curah hujan satelit. Faktor ini diperoleh melalui analisis perbandingan antara data TRMM dan data ground station yang terpilih. Hasil analisis tersebut dimasukkan ke dalam persamaan koreksi sehingga menghasilkan data TRMM terkoreksi. Pendekatan ini memastikan data satelit dapat menyesuaikan karakteristik curah hujan di wilayah analisis.
Dalam penerapan praktis, faktor koreksi sering dibuat dalam bentuk berjenjang berdasarkan interval hujan harian. Misalnya, untuk hujan dengan intensitas rendah di bawah sepuluh milimeter, faktor koreksi yang digunakan lebih kecil dibandingkan hujan intensitas tinggi. Namun, tabel contoh yang sering digunakan tidak berlaku untuk semua wilayah Indonesia karena setiap daerah memiliki karakteristik hujan yang berbeda. Penyesuaian tetap diperlukan berdasarkan hasil kalibrasi di lapangan.
Salah satu tantangan besar dalam koreksi hujan harian adalah rendahnya korelasi antara data TRMM dan ground station pada skala harian. Hal ini disebabkan oleh pergeseran waktu kejadian hujan pada data satelit, yang sering kali terjadi beberapa hari sebelum atau sesudah hujan terukur di lapangan. Akibatnya, analisis korelasi langsung menjadi kurang representatif. Untuk mengatasi hal ini, faktor waktu dihilangkan dan analisis dilakukan melalui lengkung probabilitas kejadian hujan.
Metode Pencarian Faktor Koreksi
Pencarian faktor koreksi umumnya dilakukan melalui metode trial and error dengan menggunakan fungsi objektif berupa Mean Absolute Error (MAE). Perhitungan MAE dilakukan dari selisih probabilitas kejadian hujan yang sama antara data satelit dan ground station. Metode ini memastikan bahwa faktor koreksi yang dihasilkan mampu meminimalkan kesalahan secara optimal, sehingga data hasil koreksi dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.

Faktor koreksi yang dihasilkan sebaiknya diterapkan pada seluruh grid data satelit yang memiliki pola iklim serupa. Penentuan wilayah dengan kesamaan pola iklim dapat dilakukan melalui analisis distribusi curah hujan dan pembagian zona iklim. Pendekatan ini membantu menjaga konsistensi koreksi antarwilayah yang memiliki karakteristik hujan sebanding.
Analisis data curah hujan sering kali menunjukkan bahwa lengkung kumulatif probabilitas dari data ground station tidak sepenuhnya sejalan dengan lengkung yang dihasilkan oleh TRMM. Perbedaan ini terjadi karena sifat pengukuran satelit yang dipengaruhi oleh keterbatasan resolusi spasial dan temporal, sehingga intensitas dan distribusi hujan yang terdeteksi dapat berbeda dari pengukuran langsung di lapangan.
Pengalaman dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa metode yang paling sesuai untuk memperbaiki ketidaksesuaian tersebut adalah koreksi linear berjenjang. Proses ini dilakukan secara trial and error, di mana nilai faktor koreksi disesuaikan bertahap hingga diperoleh hasil dengan tingkat kesalahan paling kecil. Optimalisasi dilakukan dengan mempertimbangkan respon setiap perubahan faktor koreksi terhadap kesesuaian lengkung probabilitas.
Koefisien koreksi yang optimal diperoleh melalui evaluasi kesalahan menggunakan rata-rata absolut penyimpangan (Mean Absolute Error/MAE) antara data TRMM dan data ground station. Semakin kecil nilai MAE, semakin dekat hasil koreksi terhadap nilai sebenarnya. Pendekatan ini memastikan koreksi yang dilakukan tidak hanya menyesuaikan skala data, tetapi juga memperbaiki bentuk distribusi probabilitasnya.
Tahap awal proses dimulai dengan menghitung MAE antara data hujan harian TRMM untuk periode 1998–2018 atau GPM untuk periode 2000–sekarang, dengan semua data ground station yang tersedia. Perhitungan ini mengabaikan kesesuaian periode waktu yang sama, sehingga fokus analisis lebih kepada kesesuaian distribusi probabilitas dibandingkan pada keterpaduan kejadian harian.

Setelah faktor koreksi diterapkan, lengkung probabilitas TRMM mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya penyesuaian terhadap distribusi ground station. Perubahan ini diikuti oleh penurunan nilai MAE, yang menjadi indikasi keberhasilan proses koreksi dalam mendekatkan data satelit ke nilai rujukan. Hasil perhitungan error melalui MAE dapat divisualisasikan untuk memperlihatkan efektivitas koreksi, sementara perbandingan antara lengkung probabilitas sebelum dan sesudah koreksi memberikan gambaran visual yang jelas mengenai perbaikan distribusi data.

Referensi: Modul 1 Analisa Curah Hujan, Balai Tekni Bendungan
Tags: curah hujan