Pengumpulan Data Hujan

Tahap pengumpulan data hujan adalah langkah awal dalam analisis hidrologi. Data ini digunakan dalam berbagai keperluan, seperti perhitungan debit banjir, desain bendungan, dan pengelolaan sumber daya air. Parameter utama yang dikumpulkan mencakup tinggi curah hujan harian maksimum tahunan (HHMT), intensitas hujan dalam berbagai durasi, dan pola distribusi curah hujan.

Selain itu, data ini dianalisis untuk memahami pola hujan di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Informasi tersebut sangat penting dalam mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan. Namun, distribusi pos hujan yang tidak merata sering menjadi kendala dalam mendapatkan data yang representatif.

1. Sumber Data Hujan

Data curah hujan diperoleh dari dua sumber utama, yaitu pos penakar hujan dan penginderaan jauh menggunakan satelit.

a. Pos Penakar Hujan

Pos penakar hujan mengukur curah hujan secara langsung di suatu lokasi. Secara umum, terdapat dua jenis penakar hujan:

  • Penakar hujan manual (PHM) mencatat curah hujan harian dalam satuan mm/hari. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung oleh petugas.
  • Penakar hujan otomatis (PHO) memiliki resolusi lebih tinggi karena dapat mencatat curah hujan setiap menit atau jam (mm/jam).

Meskipun sangat penting, sayangnya distribusi pos hujan masih terbatas, terutama di wilayah terpencil dan pegunungan. Hidrologi.net secara bertahap mengumpulan data hujan di seluruh wilayah Indonesia dan menyusunnya dalam bentuk database. Sebaran stasiun hujan disajikan dalam peta sebagai berikut :

pos penakar hujan pupr
Sebaran Pos Penakar Hujan PUPR

b. Data Hujan Satelit

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan data satelit semakin berkembang. Teknologi ini melengkapi keterbatasan data dari pos hujan di lapangan. Beberapa satelit yang sering digunakan meliputi:

  • Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), yang diluncurkan pada 1997 oleh NASA dan JAXA, mengukur curah hujan di wilayah tropis.
  • Global Precipitation Measurement (GPM), sebagai penerus TRMM, memiliki cakupan lebih luas dan akurasi lebih tinggi. Satelit ini dilengkapi dengan Dual-Frequency Precipitation Radar (DPR) dan GPM Microwave Imager (GMI).

Berdasarkan ketersediaan data, tahun data hujan TRMM yang secara efektif dapat digunakan untuk HHMT adalah 1998 hingga 2019. Sedangkan, tahun data hujan GPM yang dapat digunakan adalah tahun 2001 sampai dengan saat ini. Meskipun TRMM dan GPM saat ini sama-sama menyediakan hampir 20 tahun lebih data curah hujan kontinu, kedua misi ini menggunakan algoritma yang berbeda untuk menghasilkan data hujan. Oleh karena itu, penggunaan kedua data ini terutama dalam tahap koreksi tidak disarankan untuk digunakan bersamaan.

Selain itu, terdapat data dari CMORPH, PERSIANN, dan GSMaP yang sering digunakan dalam penelitian hidrologi. Kami secara bertahap mengumpulkan data TRMM dengan grid TRMM sebagai berikut :

peta grid TRMM
Grid TRMM di Indonesia

2. Tantangan dalam Pengumpulan Data

a. Perbedaan Nilai Antara Data Satelit dan Pos Hujan

Salah satu tantangan utama adalah perbedaan antara data satelit dan pos hujan. Perbedaan ini terjadi karena faktor resolusi spasial, metode pengolahan data, dan kondisi atmosfer. Oleh karena itu, sebelum digunakan, data satelit perlu dikalibrasi dengan data dari pos hujan sebagai referensi.

b. Keterbatasan Spasial dan Temporal

Sebaran pos hujan di Indonesia masih belum merata. Beberapa daerah memiliki lebih banyak pos hujan, sementara daerah lain minim. Selain itu, panjang pencatatan juga bervariasi. Beberapa stasiun memiliki data selama puluhan tahun, sedangkan lainnya hanya dalam periode yang lebih singkat. Akibatnya, sering terjadi sampling error yang dapat mempengaruhi analisis hidrologi.

c. Kesalahan Pengukuran

Kesalahan pencatatan juga bisa terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, keterbatasan alat, kesalahan manusia, dan kondisi lingkungan sekitar. Jika data tidak akurat, maka analisis hidrologi dapat terganggu.

3. Kegunaan Data Hujan

a. Perhitungan Debit Banjir

Salah satu penggunaan utama data hujan adalah dalam perhitungan debit banjir rencana. Informasi ini menjadi dasar dalam desain bendungan, tanggul, dan sistem drainase. Dengan demikian, debit banjir dihitung berdasarkan data historis untuk memastikan kapasitas infrastruktur dalam menahan limpasan air.

b. Analisis Curah Hujan Rencana

Data hujan juga digunakan dalam analisis curah hujan rencana, yang menentukan kapasitas infrastruktur pengendalian banjir. Karena itu, analisis ini mempertimbangkan pola distribusi hujan di suatu wilayah dan kemungkinan hujan ekstrem.

c. Pemodelan Hidrologi

Dalam pemodelan hidrologi, data hujan menjadi input utama dalam kalibrasi dan verifikasi model. Model ini memungkinkan para ahli memprediksi pola aliran sungai dan mengidentifikasi daerah rawan banjir. Selain itu, data ini juga mendukung strategi pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif.