Klasifikasi Iklim

Klasifikasi iklim adalah sistem pengelompokan kondisi iklim berdasarkan parameter seperti curah hujan, suhu udara, pola musim, dan vegetasi. Klasifikasi ini penting dalam memahami pola iklim suatu wilayah yang berpengaruh pada sektor hidrologi, pertanian, perencanaan wilayah, serta mitigasi perubahan iklim. Berbagai sistem klasifikasi iklim telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengelompokkan jenis-jenis iklim berdasarkan karakteristik tertentu.

Salah satu klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah Klasifikasi Iklim Köppen-Geiger, yang membagi iklim dunia menjadi lima kelompok utama berdasarkan suhu dan curah hujan sebagai berikut :

  • Iklim Tropis ditandai dengan suhu rata-rata di atas 18°C sepanjang tahun dan curah hujan yang tinggi, seperti di hutan hujan Amazon dan Indonesia.
  • Iklim Kering memiliki tingkat evaporasi lebih tinggi dibandingkan curah hujan, meliputi daerah gurun seperti Sahara dan Gobi.
  • Iklim Sedang memiliki musim panas yang cukup hangat dan musim dingin yang tidak terlalu ekstrem, contohnya di wilayah Mediterania dan Tiongkok bagian selatan.
  • Iklim Kontinental memiliki perbedaan suhu yang ekstrem antara musim panas dan musim dingin, seperti di Rusia dan Kanada bagian utara.
  • Iklim Kutub terjadi di wilayah dengan suhu rata-rata bulan terpanas di bawah 10°C, seperti Antartika dan Greenland.

Di Indonesia lebih umum digunakan Klasifikasi Schmidt-Ferguson, yang membagi iklim berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering. Iklim tipe A memiliki lebih dari 10 bulan basah dalam setahun, sementara iklim tipe G memiliki lebih dari 10 bulan kering, menunjukkan perbedaan curah hujan yang signifikan. Klasifikasi ini lebih relevan untuk pertanian dan pengelolaan sumber daya air di daerah tropis. Klasifikasi Oldeman juga digunakan dalam pertanian, yang berfokus pada jumlah bulan basah dan kaitannya dengan musim tanam padi. Zona A cocok untuk padi sawah sepanjang tahun, sementara zona E hanya memiliki kurang dari 3 bulan basah, sehingga tidak cocok untuk pertanian intensif.

Thornthwaite membagi iklim berdasarkan evapotranspirasi dan tingkat kelembaban, yang berguna dalam penelitian sumber daya air dan ekosistem lahan kering. Sementara itu, Klasifikasi Mohr menggunakan batasan bulan basah (>100 mm curah hujan) dan bulan kering (<60 mm curah hujan) untuk menilai kondisi iklim suatu wilayah, sering digunakan dalam hidrologi dan ekologi tropis.

Berbagai sistem klasifikasi ini memiliki keunggulan masing-masing sesuai dengan tujuan penggunaannya, baik dalam kajian klimatologi, mitigasi bencana, pengelolaan sumber daya alam, maupun perencanaan pembangunan. Di Indonesia, klasifikasi berbasis curah hujan lebih umum digunakan karena lebih relevan dengan pertanian dan pengelolaan air, sedangkan klasifikasi berbasis suhu lebih banyak diterapkan dalam studi global tentang perubahan iklim dan lingkungan.